Mungkin dia adalah seorang partner hidup yang paling menggairahkan yang pernah aku kenal. Dia tidak hanya bisa bertindak sebagai pacar, tetapi merupakan teman bicara yang enak sekali. Aku sering sekali tertarik kepada seorang wanita dari bentuk wajah atau posturnya. Tetapi ketika mulai bicara kemudian ia terlihat kurang cerdas dengan ungkapan kata-katanya, maka seketika itu juga merosotlah kegairahanku terhadap wanita tersebut. Tetapi tidaklah demikian dengan temanku yang satu ini. Meskipun postur tubuhnya tidak terlalu menggairahkan bahkan cenderung mungil, namun kalau sudah berbicara dengannya maka betahlah aku duduk berlama-lama dengannya. Apalagi ditunjang dengan wajah imutnya namun tajam yang mengingatkanku pada Paramitha Rusady.
Namanya Sally. Kami saling kenal karena bekerja di satu kantor yang sama. Dia menjadi sekretaris boss di tempat kami bekerja. Ketika aku diterima bekerja di kantor tersebut, dia telah menjadi sekretaris disitu selama lima tahun. Cukup dipercaya dan disayang oleh boss sehingga bisa dibayangkan sikap bossy-nya terhadap karyawan yang lain. Dia telah menikah dan memiliki dua orang anak. Meskipun postur tubuhnya mungil tetapi ia pandai sekali memilih busana. Sehingga enak sekali dipandang. Yang disukai oleh karyawan lain tentang dia adalah karena dia sering mengenakan pakaian ketat dengan span yang cukup pendek. Saya sendiri lulusan luar sehingga ketika bekerja disitu cukup memiliki posisi yang tinggi. Karena banyak sekali koresponden yang harus aku buat dengan prinsipal kami, maka aku banyak sekali berhubungan dengan Sally untuk membuatkan surat-surat untukku.
Setahun berlalu hubungan kami tetap biasa-biasa saja hanya sebatas profesi. Waktu itu aku masih sedang mengejar karir dan belum menikah ditambah sikap Sally yang cenderung bossy sungguh tak terpikirkan untuk mendekatinya. Sampai suatu saat entah kenapa tiba-tiba ketika pulang kerja kami berpapasan ketika hendak turun tangga dan dia menawarkan untuk makan malam bersama.
“Kamu lapar nggak Dit (panggilanku adalah Ditto)? Makan yuck!” Tawarnya dari tiga anak tangga di atasku.
Setengah terkejut aku menoleh ke atas memastikan kepada siapa pertanyaan itu di ajukan. Ternyata tidak ada orang lain lagi sehingga aku bisa pastikan bahwa tawaran itu adalah untukku. Yang membuat aku terkesima adalah pas ketika aku menegok ke atas ketika itu pula ia sedang melangkahkan kakinya sehingga terlihat CDnya yang berwarna terang. Aku tak tahu pasti warnanya tetapi yang pasti adalah terang.
“Why not. Aku juga lapar berat nich!” Jawabku sekenanya.
Akhirnya kami pun pergi ke salah satu restoran all you can eat di sekitar pondok indah dengan mengendarai mobil masing-masing. Sesampainya di restoran kami memilih tempat di ujung ruangan agar sedikit terhindar dari keramaian. Aku agak gugup karena belum pernah pergi berdua untuk makan malam bersama dengan wanita yang sudah bersuami. Sally pun kelihatannya demikian. Namun ketegangan itu sepertinya membuat kami lebih excited. Sambil menikmati hidangan yang ada kami pun mulai bercakap-cakap hal-hal yang ringan. Dari pembicaraan itulah aku mulai tertarik padanya.
Ternyata Sally seorang yang enak sekali diajak bicara. Kalimat-kalimatnya cerdas dan wawasannya pun cukup luas. Aku senang sekali malam itu karena akhirnya bisa menemukan seorang yang enak diajak ngobrol. Sambil terus berbicara sekali-sekali pandanganku tertuju ke arah lipatannya payudaranya. Rupanya kancing kemejanya bagian atas sengaja ia buka entah dengan maksud apa. Perbincangan kami terus berlanjut hingga tanpa terasa restoran tersebut sudah hampir tutup. Waktu itu jam menunjukkan pukul 21.45. Setelah membayar bill aku antar Sally ke tempat parkirnya. Untuk menghormatinya aku membukakan pintu mobil untuknya. Karena spannya cukup pendek, sekali lagi aku mendapat kesempatan melihat sekilas CD terangnya ketika dia hendak duduk di belakang kemudi. Darah mudaku mendesir cukup kencang.
Sejak malam itu pertemuan kami untuk makan malam sering berlanjut. Kelihatannya iapun menyukai cara bicaraku. Kadang kami pergi ke pizza hut atau cafe di kemang, pokoknya tempat-tempat yang romantis.
“Kamu ternyata enak ya orangnya untuk diajak ngobrol. Dan terlihat sekali wawasan kamu luas. Pasti deh waktu kamu study di luar sana banyak cewek yang jadi teman kencan kamu,” pertanyaannya mulai memancing ke masalah pribadi.”Ya cukuplah kira-kira ada tiga yang cukup dekat,” jawabku, “Kamu sendiri gimana, banyak juga dong cowok yang kamu undang makan malam kalau lagi perlu teman ngobrol,” pancingku.”Ah nggak sih. Kamu yang kedua sejak aku married. Cuma dengan yang sebelum kamu nggak lama paling dua kali keluar. Habis obrolannya nggak nyambung.”
Sampai suatu saat sepulang dari cafe di kemang suasana diluar begitu romantis. Hujan rintik-rintik. Di depan kami ada sebuah mobil kijang yang berjalan cukup lambat.
“Penumpang mobil kijang di depan kita pasti lagi pacaran,” kataku membuka pembicaraan di mobil. “Darimana kamu tahu?” Tanyanya.”Lihat saja jalannya pelan sekali. Kata orang kalau di Jakarta nyetir mobil pelan-pelan kalau pengemudinya belum mahir pasti deh mereka lagi pacaran,” jawabku. “Lalu ngapain kita ngikutin dia?” “Kan kita juga lagi pacaran,” jawabku hampir tak terdengar.
Terus terang aku masih takut untuk mengutarakan isi hatiku kepadanya karena mengingat dia adalah sekretaris boss yang cukup judes. Tetapi sepertinya itu justru membuatku lebih tertantang. Sally pun kelihatannya terkejut. Itu terlihat dari cara pandangnya.
“Sebetulnya sejak pertama kali aku ngobrol sama kamu aku sudah sangat tertarik sama kamu. Cuma karena kamu sudah bersuami dan kamu juga sekretaris boss aku jadi agak keder juga,” kataku. “Aku juga sih. Cuma memang itulah aku belum pernah melakukan hal ini sebelumnya jadi aku grogi.”
Lama kami terdiam terhanyut ke dalam pikiran masing-masing. Akhirnya aku mengajak dia untuk nonton film karena masih ada cukup waktu. Sally hanya mengangguk.
Di dalam bioskop kami mencari tempat agak ke tengah. Sampai sekarang pun aku lupa, sungguh tidak ingat lagi film apa yang kami tonton. Karena tujuan kami hanyalah untuk mendekatkan diri masing-masing yang sudah mulai terbawa desiran emosi. Tidak lama setelah filmnya diputar aku pegang tangan kirinya. Aku belai hingga ke bagian siku. Bulu-bulu tipis kurasakan menambah gairahku. Kemudian aku masukkan jari telunjuknya ke mulutku. Aku permainkan dengan lidahku.
Dia mulai terbawa, itu bisa aku rasakan dari desahan nafasnya yang semakin kencang. Duduknya pun mulai tidak tenang. Sekali-sekali aku letakkan tangan kananku di antara paha kiri bagian dalam untuk merasakan kehangatan disitu. Kelihatan sekali Sally menyukai permainan lidahku terhadap jari-jarinya. Ketika tangan kanan semakin naik untuk mencari kehangatan yang lebih di dalam ke pangkal paha, ia menolaknya.
“Jangan Dit. Aku belum pernah melakukannya di bioskop,” tolaknya. “Aku juga belum kok cuma aku jadi sangat bergairah terhadap kamu. Kalau begitu kita keluar aja yuk. Pulang,” pintaku. Akhirnya kami keluar sebelum filmnya berakhir. Di tengah perjalanan dia protes. “Kamu kok kurang ajar sih tadi. Berani-beraninya mempermainkan jariku.” “Maapin deh. Tapi kamu suka kan? Buktinya tadi di dalam diam saja.”
Karena aku yang nebeng mobil dia maka Sally yang mengantarkan aku pulang. Sebelum aku turun ia minta ijin kepadaku untuk ke toilet sekaligus minta segelas teh hangat. Aku persilahkan dia duduk di ruang tamu sementara aku menyediakan teh hangat untuknya. Kami melanjutkan obrolan kami tanpa topik tertentu. Waktu sudah menunjukan pukul 22.30.
“Sudah malam loh, kamu nggak dicariin?” Aku mulai agak khawatir karena sudah cukup larut untuk seorang cewek yang nyetir sendiri di malam hari. “Nggak apa-apa. Lagian aku ingin ngobrol sama kamu. Asyik siih,”
Wah rupanya dia mulai memberi tanda bahwa aku boleh melakukan apa yang sedang aku pikirkan. Memang aku sudah lama memikirkan untuk bercumbu dengannya.
“Kalau begitu pindah dong duduknya disini sebelahku?”
Aku menggeserkan posisi dudukku menyediakan tempat untuknya. Segera saja dia pindah ke sebelahku. Tanpa pikir panjang aku langsung peluk dia dan menciumnya. Dia membalas ciumanku dengan bernafsu. Kami memainka lidah kami cukup lama. Wow luar biasa ternyata dia sangat lihay mempermainkan lidahnya. Penisku sudah mulai mengembang dan mengeras. Terdesak di dalam celanaku yang agak ketat.
Tanganku mulai menjelajah ke bawah bajunya dan mengarah ke buah dadanya yang cukup besar. Sally terlihat jelas menikmati permainanku.
“Aahh.. Enak sekali Dit. Sudah lama au merindukan saat seperti ini. Aku sangat terangsang”
Aku buka satu per satu kancing bajunya dan mulailah terlihat BH triumph nya yang licin dari bahan nylon berwarna hitam. Gila seksi sekali. Aku juga sangat terangsang. Aku angkat BHny dan mulai mengulum pentil payudaranya.
“Aahh.. Terus Dit. Aku basah sekali,” dia terus mendesah sambil berusaha membuka resluiting celanaku. Setelah berhasil terbuka dia keluarkan penisku yang telah kencang mengeras dan mulai mengocoknya. Ujung penisku sudah mulai basah kuyup oleh cairan semen.
Nggak kalah gesitnya aku juga mulai mempermainkan lidahku turun ke bagian perutnya yang masih ketat meskipun sudah beranak dua. Aku jilati pusarnya dan dia semakin bernafsu. Aku angkat span pendeknya dan terus mulai menjilati celana dalamnya yang sudah basah kuyup. Sungguh aku belum pernah merasakan gairah sedemikian dahsyat dengan wanita yang sudah berkeluarga. Aku turunkan celananya dan lidahku mencari-cari kelentitnya yang merupakan bagian tersensitif.
“Gila Dit.. Aku sudah nggak tahan Dit. Terus isap Dit.. Aahh, my God..,” Sally terus mendesah sambil terus mengocok penisku. “Masukin aja Dit Aku sudah mau keluar nih,” pintanya.
Aku juga sudah nggak tahan lagi. Aku masukan penisku ke dalam vaginanya yang memerah karena rangsanganku. Bless.. Aku dorong penisku semakin dalam. Keluar.. Masuk.. Keluar.. Masuk.. “AAuuhh Dit.. Enak sekali.. Punyamu lebih besar dari punya suamiku.. Aahh.. Lebih cepat Dit.. Aku mau orgasme”. Aku pompa semakin cepat dan mulai terasa dorongan sperma yang hendak muncrat. “Aku juga Sal.. Kita keluar bareng yah.. Auhh.. Gila.. Gila. AKu keluar Sal”
Cret.. Cret.. Cret..
Aku tumpahkan spermaku di dalam vaginanya. Sambil meremas kedua payudaranya. Bersamaan dengan itu aku juga rasakan pelukan dia yang semakin kencang.
“Aku juga Dit.. Aaahh,” dia berteriak cukup keras.
Aku khawatir terdengar oleh tetangga. Tapi bodoh amat sudah. Sally menggelinjang menikmati orgasmenya. Mukanya menegang menikmati ketegangan di daerah pangkal pahanya. Beberapa menit kami berdiam diri merasakan kenikmatan yang luar biasa.
“Dit.. Aku tidak pernah merasakan orgasme dengan suamiku Dit. Sungguh ini yang pertama kali aku merasakan orgasme sejak aku menikah. Terima kasih kamu luar biasa hebat,” Sally memujiku karena kelihatannya sangat puas.”Aku juga sudah lama nggak make love Sal. Kamu juga luar biasa. Biasanya aku cuma masturbasi saja. Habis nggak ada partner sih. Gimana kalau kita lanjut besok-besok,” aku menawarkan diri. “Why not. That’s what I am thinking too,” jawabnya bersemangat.
Sejak itu hampir tiga kali seminggu kami berkencan. Biasanya sepulang kantor. Lokasinya bervariasi. Kadang di rumahku karena kebetulan aku tinggal sendiri waktu itu. Kadang kita ke transit hotel atau bahkan pernah sekali-sekali di dalam mobil. Ini juga suatu pengalaman yang sangat menantang.
Kini aku sudah berkeluarga dan sudah tidak sekantor dengannya. Tetapi sekali waktu kami menyempatkan diri untuk bertemu. Mungkin hanya sekedar ngobrol atau pergi ke cafe. Hanya saja kesempatan untuk make love sudah jarang.