Aku anak SMA di sebuah sekolah swasta ibu kota. Aku anak pertama dari dua bersaudara. Dari pada adikku, aku adalah anak yang paling cantik di keluarga. Kulitku mulus dan mepunyai tinggi badan yang cukup ideal. Oleh karena keadaanku tersebut, banyak lelaki di sekolahku yang mencoba untuk mengajak kenalan dan ujung-ujungnya berpacaran ala anak ibu kota. Banyak lelaki terlalu berperilaku manis. Aku sadar mereka begitu karena ada pamrih. Iya kecantikanku, itulah yag membuat mereka selalu baik kepadaku.
Ibu kota, aku dilahirkan dan dibesarkan di kota ini. Tuhan memberikan aku kelebihan. Dengan kecantikanku, aku bisa menggaet cowok yang kaya. Maaf agak matre,,hh. Biasa hidup di kota besar aku harus begitu. Himpitan keluarga mendorongku untuk menyatu dengan kehidupan kota yang ganas ini. Karena aku mendapatkan layanan mobil mewah itu dari pacarku dari antar jemputnya.
Karena terlalu sering kami bersama, suatu keadaan memaksaku untuk kehilangan sesuatu yang berharga dari hidup ini. Malam-malam aku mengajak tanding.
Begini ceritanya:
Suatu hari kami berada di suatu tempat yang sepi. Waktu itu hujan dengan lebatnya. Guyuran hujan memaksa kami berdua untuk berteduh di dalam gubuk yang agak ke dalam masuk dari jalan. Waktu itu kami sedang pulang dari luar kota untuk jalan-jalan. Akhirnya kami yang sedang naik motor Ninja kehujanan langsung berniat untuk berteduh. Malam yang dingin ditemani cahaya motor pacarku dengan perlahan menjemput kami. Sebuah gubuk tersorot oleh cahaya motor. Kami kemudian berteduh di tempat itu, karena takut kehujanan.
Gelap memanjakan kami. Betapa tidak. Tidak ada kendaraan yang lalu lalang di tempat itu. Gubuk itu cukup luas hingga ada iblis yang datang. Pikiranku kalang kabut setelah sandaranku ke dada pacarku. Aku merasakan kehangatan. Ku pancing pacarku untuk melakukan sesuatu dan akhirnya,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, Sukses. Ku buka bajuku perlahan setelah memastikan jalanan sepi. Malam menuntunku untuk melakukan sesuatu. Pacarku diam saja. Aku semakin berani untuk membuka bajuku kemudian.
“Mas, Kalau engkau mau, ambil saja sekarang tidak apa. Aku rela.” Begitu kataku di samping leher kanannya.
“Tetapi tidak sekarang. Tidak sekarang kita melakukan itu. Sebab aku ingin kau harus utuh sebagai gadis hingga pernikahan kita nanti. Aku ingin pernikahan kita nanti juga tak terdorong oleh keadaan yang mendesak, oleh suatu permintaan tanggung jawab olehmu. Aku juga tak ingin pernikahan hanya sebatas alat penyelamatan nama baik kita dan keluarga kita. Iya, bukan pernikahan karena kehamilanmu.”
“Lantas kau menolaknya sekarang?”
“Aku tak menolak sepenuhnya. Jujur, aku sungguh ingin melakukan perbuatan itu. Hanya saja aku menolak waktu. Aku hanya ingin melakukannya setelah ijab qabul terdengar oleh langit dan bumi.”
“Hmmmm begitu ya. Sejak kapan kau berpikiran seperti itu? Aku jadi ragu terhadap cintamu.” “Sejak aku mengetahui letak dimana kehormatanmu sebagai wanita dan kekasihku. Yah, terserah dengan keraguanmu. (ambil pesan moralnya ya readers,,hhhhh)