Angin malam mendesir perlahan dan hawa dingin begitu menusuk tulang, namun untung saja balutan jaket tebal ini masih mampu menahan dinginnya suhu malam itu. Sunyinya Pelataran parkir Terminal 3 Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta menjadi saksi bisu kegalauan batinku yang saat ini tengah menunggu. Tidak banyak orang di pelataran parkir malam itu, hanya beberapa pengemudi taksi yang tengah menikmati rokoknya masing-masing untuk mengusir hawa dingin, sambil mengharapkan dapat mengais rejeki dari para penumpang yang berdatangan di Bandara terbesar di Indonesia ini.
“Benarkah apa yang aku lakukan ini?
“Siapkah aku dengan segala resiko yang akan terjadi nanti?”
“Lalu, mengapa harus dia?”
Begitu banyak pertanyaan yang tak dapat kujawab berkecamuk dalam benakku. Pertentangan antara si jahat dan si baik riuh dalam batinku, namun hebatnya rasa ini sepertinya mampu mengalahkan segala logika dan akal sehat yang coba ku bangun sebagai benteng pertahanan terakhir.
Tak lama dari pengeras suara yang ada, terdengar pengumuman yang menginformasikan bahwa penerbangan terakhir dari maskapai berlogo singa terbang, JT-19 yang berasal dari Denpasar telah mendarat di Runway Bandara Soekarno Hatta. Penantianku pun akan segera berakhir. Langsung saja kumatikan bara api dari rokok yang tengah ku hisap dan dengan segera menuju ke area tunggu kedatangan penumpang.
Sekitar sepuluh menit menanti, tampaklah sosok yang selama ini kutunggu. Sosok yang sanggup mengganggu di setiap tidur malamku, dan membangkitkan hasrat dan gairah akan petualangan yang mungkin sulit aku hentikan.
Perempuan muda itu tampak diantara kerumunan para penumpang. Sosoknya begitu mempesona, paling tidak dimataku. Kulit kuning langsatnya yang cerah memancarkan aura kecantikannya. Rambut pendek yang di highlight kecoklatan tergerai indah sebahu. Posturnya yang semampai namun mampu menampakkan keindahan bentuk tubuhnya. dan pipinya yang bersemu merah memperlihatkan kebeliaannya.
Tersungging senyuman manis ketika ia menyadari keberadaanku, namun jarak yang masih memisahkan membuat kami belum dapat saling menyapa. Ia hanya melambaikan tanggannya.
“Selamat Malam Nona, Selamat Datang di Kota Jakarta, kota yang tdak pernah tidur.”
Aku menyapanya sambil membungkukkan badan, ketika ia sudah berdiri dihadapanku. Menggodanya layaknya penerima tamu di hotel. Ia tertawa melihat kelakuanku
“Ih Mas Vino bisa aja . Selamat malam juga . Lama ya nunggu nya?” tanyanya padaku.
“Enggak koq ,Hmmmm ..Cuma satu jam.” Jawabku.
“Wah lama ya, pasti bosen deh?” terka-nya.
“Ah
enggak juga, tadi kebetulan ada mbak-mbak pramugari yang pulang tugas, terus nemenin aku
di sini.” Jawabku asal.
Ia terbahak mendengar bualanku sambil mencoba mencubit lenganku
“Ih asal, .mana ada pramugari yang mau sama Mas Vino?” jawabnya lagi.
“Jangan salah, mereka malah yang merengek-rengek minta diantar pulang sama aku, tapi aku terus
nolak-nolak mereka karena aku punya yang jauh lebih cantik dari pramugari-pramugari itu.”
“Ih, Mas Vino Gombal.” jawabnya sambil merajuk namun tak lama ia pun tersenyum manis, terlihat pipinya merona memerah dan tersipu malu.
“Ayo ke mobil.” Ajakku.
Segera ku ambil tas yang dibawanya dan kita pun berjalan beriringan menuju mobilku yang terparkir.
Perempuan muda itu bernama Dewi,usianya saat ini 22 tahun. Ia tak lain dan tak bukan adalah sepupuku sendiri, anak dari tanteku. Hal inilah yang menimbulkan pertentangan batin yang hebat dalam diriku. Bisa-bisanya aku yang sudah menikah malah jatuh cinta lagi, dan ironisnya justru dengan sepupuku sendiri. Namun tampaknya godaan setan memang seringkali justru lebih kuat dosisnya dan memabukkan pada insan yang punya level keimanan tipis seperti diriku ini. Aku yang memang type lelaki petualang pun akhirnya terjatuh pada pesona Dewi sepupuku dan menjalani kisah yang yang semu ini. Semu karena akupun tak bisa menerka endingnya.
Pada awalnya tidak ada yang spesial diantara kita berdua, hanya berkomunikasi sewajarnya antara dua saudara yang terpisah oleh jarak dan waktu, aku terbiasa mengomentasi status yang di tulisnya di FB maupun media BBM nya, begitu juga sebaliknya, dan sesekali menggodanya melalui media sosial. Namun karena intensitas komunikasi yang cukup sering, level hubungan diantara kita berdua pun meningkat. Di mulai dengan saling curhat tentang kehidupan masing-masing dan membicarakan problematika bersama pasangan, akhirnya benih-benih rasa sayang tumbuh dalam hati. Tanpa pernah ada pengungkapan rasa cinta,kami berdua pun mulai menyadari ada yang berbeda di hati kami. Pada percakapan yang kerap kami lakukan, kata-kata mesra dan panggilan sayang menjadi bumbu komunikasi yang terjadi. Ironis memang mengingat status kami masing-masing, aku yang sudah berkeluarga dan Dewi yang tahun depan menikah dengan pria pilihannya. Bukan kami tidak menyadari dan mencoba untuk berhenti namun mungkin inilah yang dinamakan Dosa Termanis. Sudah tahu salah tapi tetap di teruskan.
Sebait intro lagu pun mengalun pelan dalam benakku.
Kulupakan semua aturan
Kuhilangkan suara yg berbisik
Yang selalu menyuruhku
Tuk tinggalkan kamu
Hanya hati yg kuandalkan
Dan kucoba melawan arus
Namun saat bersamamu
Masalahku hilang terbang melayang
..
“Bagaimana tadi penerbangannya,Hun?” tanyaku memecah kesunyian ketika CRV hitamku melaju membelah sepinya ruas toll Cengkareng malam itu. Hun atau Honey adalah panggilan sayangku padanya.
“Biasa mas Delay, terus pas melewati awan juga guncangan terus, hujan kayaknya di atas tadi.”
“Tapi kamu gak mabuk?”
“Enggak mas. Masih tahap wajar lah.”
Kembali hening menyergap kabin mobil.
“Kemana jadinya kita Hun ?” tanyaku padanya.
“Terserah mas aja, kan Mas yang ngundang aku ke Jakarta.”
“Oh iya.” Jawabku sambil nyengir
Aku memang yang mengundang Dewi untuk datang ke Jakarta. Dewi pun menyanggupi dengan mengambil cuti selama 3 hari. Akupun terpaksa berbohong pada istriku demi menemani sepupu yang kin menjadi selingkuhanku ini.
Kesunyian kembali menyelimuti seisi kabin mobil, benak kami sibuk dengan pikiran masing-masing, walau sulit namun mencoba memahami arti dan makna dari pertemuan ini.
Ku arahkan mobilku menuju ruas toll Jagorawi, Kawasan Puncak menjadi destinasiku malam itu. Ku lirik sekilas Dewi di sisi kiriku, kulihat matanya mulai meredup. Tangannya di katupkan di sisi kepalanya dan difungsikan sebagai penahan kepalanya agar tidak terbentur kaca. Mulai mengantuk rupanya. Kulit wajahnya terlihat halus dan bercahaya ketika tertimpa sinar lampu jalan yang kulewati. Manis sekali.
Malam itu memang bukan waktu weekend, area Ciawi yang mengarah ke Puncak terlihat lengang. Rintik hujan yang turun semakin menambah sepi suasana. Mobil mulai berjalan mendaki. Tujuanku berikutnya adalah Cisarua dimana terdapat kawasan konservasi satwa liar yang sekaligus juga sebagai tempat wisata. Aku memang tidak memesan satu kamar penginapan pun sebelumnya, go show saja.
Sekitar pukul 1 dini hari kamipun tiba di area taman wisata tersebut, tujuanku adalah menginap di salah satu penginapan yang berbentuk caravan atau rumah mobil. Untungnya masih ada kamar yang tersedia. Setelah menyelesaikan proses administrasi, kami pun diantar salah satu room boy menuju salah satu caravan yang tersedia.
Dewi cukup excited dengan pilihan penginapanku, bagaimana tidak, caravan ini bagaikan terletak di tengah hutan belantara dengan pohon-pohon besarnya. Suara binatang malam dan hewan-hewan liar kerap kali terdengar, belum lagi hawa dingin Puncak yang menusuk tulang menambah syahdu suasana. Kulihat Dewi menekuk badannya sambil berjalan, segera saja kusamprkan jaket yang ku kenakan ke pundaknya.
Begitu memasuki caravan, suhu udara menjadi lebih hangat dan kesan hoomy begitu terasa. Tidak terlalu luas memang hanya ada double bed dan beberapa perabotan yang cukup fungsional.
Akupun menjatuhkan diriku pada sofa yang ada sambil kuminta Dewi membersihkan dirinya. Dewi pun langsung mengambil perlengkapan mandinya dan masuk ke dalam kamar mandi. Untung saja caravan itu di fasilitasi dengan air panas, kalo tidak, apa jadinya mandi tengah malam di cuaca dingin seperti ini.
Tidak lama Dewi membasuh tubuhnya dan ketika keluar dari kamar mandi, aroma bunga dari sabun mandinya segera menyergap seisi caravan. Harum. Kulihat Dewi hanya mengenakan t-shirt putih dan celana super pendek. Bentuk payudara yang mencuat terlihat dari balik t-shirt nya. Sepertinya ia tidak lagi mengenakan bra di balik T Shirtnya. Paha mulusnya terlihat menggoda. Rambutnya yang basah dibiarkannya tergerai. Terus terang, penampilan Dewi saat itu langsung membangkitkan gairah kelelakianku saat itu juga. Aku segera bangkit berdiri dan langsung memeluknya pinggangnya dan kucoba mengecup leherya. Dewi cukup kaget dengan apa yang kulakukan karena pada saat itu ia tengah berkonsentrasi mengeringkan rambutnya, seketika ia langsung mencoba menepis tubuhku dan melepas dekapanku namun tidak terlampau keras
“Ah mas”
“Kamu cantik Hun.”
Aku mencoba menciumnya lagi namun ia segera menghindar
“Mandi dulu sana, bau .” ucapnya sambil merajuk tapi kemudian tersenyum.
“Abis kamu sexy gini sih, siapa yang tahan coba?”
“Ihh gombal .”ucapnya sambil mendorong tubuhku ke arah kamar mandi.
Aku segera mengecup pipinya dan berlalu masuk ke kamar mandi.
Setelah ritual mandiku selesai, kudapati Dewi tengah duduk bersandar di sofa sambil membaca majalah tentang area tempat wisata ini. Akupun duduk disebelahnya sambil mencoba melihat apa yang dibacanya.
“Baca apa sih non, serius amat.”
“Ini mas, artikel area tempat wisata ini, ternyata luas juga ya, jauh lebih luas daripada yang ada di Bali.”
Dewi pun melanjutkan membolak-balik halaman majalah yang ada dalam genggamannya.
“Besok kita ke sini yuk Mas”
Ia pun menunjuk gambar salah satu wahana wisata yang berupa atraksi satwa yang terdapat di area tersebut. Aku pun mengiyakannya Tak lama kita pun larut dalam diskusi sambil melihat-lihat gambar yang ada di majalah tersebut.
Akhirnya karena terbawa suasana yang dingin dan posisi duduk yang semakin rapat, aku pun mencoba mencium tengkuknya, Dewi tidak menolaknya dan kulihat ia sedikit memejamkan matanya sambil menarik nafas. Dari samping, aku pun mencoba memeluknya, dan mengambil majalah yang tengah di bacanya dan meletakkan nya ke meja.
Dewi pun berinisiatif memalingkan tubuhya menghadapku, masih ada sedikit kecanggungan diantara kita berdua, hal yang wajar karena baru malam inilah kita berdekatan secara fisik. Aku pun memijat telapak tanggannya perlahan dan meraih tengkuknya dan tak lama kitapun larut dalam French kiss yang semakin lama semakin liar. Lidah kami saling bersilaturahmi dalam rongga mulut masing masing dan menimbulkan bunyi mengecap memenuhi seisi ruang caravan tidak kalah dengan suara hewan-hewan liar yang juga mungkin sedang bercinta di luar sana.
Permainan pun semakin panas, akhirnya Dewi berpindah ke pangkuanku sementara aku tetap bersandar di sofa. Kini tubuh Dewi tepat dihadapanku. Aku pun melanjutkan permainanku ke level selanjutnya. T- shirt Dewi kusingkapkan ke atas dan Dewi pun membantu dengan meloloskan t- shirt melewati kepalanya dan membuangnya ke lantai. Kini di hadapanku terpampang tubuh indah Dewi. Payudaranya yang tidak terlalu besar mungkin hanya berukuran 32 A namun memiliki bentuk yang sangat indah. Bentuknya bulat dan mencuat ke atas dengan puting susu kemerahan yang menegang keras. Tanpa membuang waktu aku pun langsung melahap puting susu dan payudara yang seperti menantangku itu. Dewi terpekik ketika lidahku menyapu permukaan payudaranya. Dengan sigap Dewi memeluk kepalaku dan menjambak rambutku, kepalanya tertunduk bersandar pada kepalaku. Terus aku mengisap puting susu itu dengan rakusnya. Setelah puas dengan payudara kiri, aku pun menjamah payudara kanannya. Dewi semakin terpekik dan kadang mendesis menahan nikmat. kepalanya terus menggelinjang. Tubuhnya bergetar menahan sensasi yang timbul akan permainan lidaku pada payudaranya
“Aacchh .maaass .”
“Hhffftt icccsshhhh”
Setelah puas aku pun menarik mulutku dari payudaranya. Kulihat kedua payudara itu basah oleh sapuan lidahku. Putingnya terlihat makin memerah dan menegang. Dewi terlihat terengah-engah, aku pun langsung mencium bibirnya dengan mesra.
Lalu aku memintanya berdiri, aku pun mmelucuti pakaianku. Dewi tak mau kalah, ia pun pun meloloskan celana pendek yang dikenakannya. Tubuh kami kini sudah sama-sama telanjang bulat. Kulihat tubuh Dewi begitu indah dengan lekuk pinggang yang ramping dan yang lebih menarik lagi adalah bentuk kemaluannya yang terlihat imut diimbuhi bulu-bulu halus yang tertata rapi. Tampak juga segaris belahan vagina yang memerah dan agak basah.
Dewi cukup takjub melihat penisku, tidak besar memang, rata-rata ukuran orang Indonesia lah, namun bentuknya sangat proporsional dengan kepala yang lebih besar dari batangnya, penis itu terlihat seperti jamur yang tengah berkembang di musim penghujan. Batangnya terlihat berurat dan kokoh.
Aku lalu memintanya duduk dan bersandar di sofa, ku renggangkan kakinya lebar-lebar dengan kedua tanganku, kali ini aku akan memberikan kenikmatan lebih padanya. Aku berjongkok tepat di hadapan vaginanya. Vaginanya begitu indah, bukit kemaluannya tidak terlalumenggembung, dan bibir vaginanya masih mengatup sempurna. Bulu halus menghias bukit itu, tipis namun rapi. Segera saja kudekatkan mulutku dan menjulurkan lidahku menyapu permukaan labia majora dan menembus ke labia minoranya. Dewi terpekik tertahan dan tangannya menjambak rambutku kembali. Sakit memang, tapi kudiamkan saja, Dewi menahan rasa nikmat yang menjalar dalam tubuhnya.
Kulanjutkan aktifitasku. Lidahku semakin liar menjelajah di rongga kewanitaannya. Sesekali kuhisap klitorisnya dan membuat tubuh Dewi menggelinjang dengan hebatnya. Tak lama Dewi pun mengalami orgasme. Dari belahan vaginanya mengalir cairan kewanitaanya. Asin.
Dewi cukup malu dengan keadaan dirinya yang tidak mampu mengontrol orgasmenya. Ia pun
mengusap pipiku perlahan,
“Maaf ya mas, aku keluar .habis enak.”
Aku hanya bisa tertawa mendengarnya Dewi lalu bangkit berdiri dan aku kembali duduk bersandar ke sofa Tanpa menunggu waktu, ia segera berjongkok menghadap penisku. Di genggamnya dengan lembut dengan kedua tangannya yang halus. Dan sambil menatap mataku dengan sayu, perlahan dimasukkan nya penisku ke dalam mulutnya. Dengan lembut, perlahan ia menyapu kepala penisku dengan sapuan lidahnya. Seketika itu pula seperti ada sengatan listrik yang menyentuh batang penisku. Batang itu dialiri tambahan darah sehingga menjadikannya lebih keras dan lebih tegang.
Dengan lembut Dewi terus menyapu seluruh batang penisku dengan lidahnya. Tidak terlewatan satu centi pun, mulai dari kepala, batang sampai ke kantung buah zakar tidak luput dari sapuan lidahnya. Kemudian dia mulai mengulum penisku. Mulutnya terlihat penuh dengan penisku. Dan dia pun mulai memaju mundurkan batang penisku dalam rongga mulutnya sambil lidahnya terus bermain pada penisku. Kenikmatan tiada tara yang kurasakan. Aku pun menggelinjang. Kepalaku mendongak ke atas sambil tanganku memegang kepalanya.
Sepuluh menit Dewi berkonsentrasi penuh pada penisku, tak lama aku memintanya berhenti,. kalau tidak dihentikan, bisa-bisa aku yang ejakulasi duluan sebelum menyetubuhinya. Rasanya batang ini pun sudah berdenyut hebat. Aku pun sudah tak sabar untuk menyetubuhi sepupuku itu. Dewi berhenti mengulum penisku dan ia segera bangkit berdiri lalu menaiki tubuhku. dengan posisi setengah berjongkok di atas tubuhku, ia mulai mengarahkan belahan vaginanya tepat di atas kepala penisku. Ia pun memegang penisku dan mengarahkan tepat ke lubang vaginya sedang aku memegang pinggangnya dengan kedua tanganku.
Pelan tapi pasti belahan vagina itu mulai menyeruak dan kepala penisku mulai menembusnya semakin dalam. Dan dengan sekali hentakan, amblaslah seluruh batang penisku yang sepanjang 15cm ke dalam liang kewanitaannya.
Blesss
Dewi terpekik
“Aaccchh .”.
Dewi mendiamkan sesaat tubuhnya, mencba meresapi kenikmatan tenggelamnya batang penisku pada liang vaginaku. Batang penisku terasa sesak dalam liang tersebut.
Aku tahu, Dewi bukan pertama kali ini bersetubuh, dari curhatannya kepadaku sebelumnya, ia sering bersetubuh dengan pacarnya, namun Dewi merasa tdak puas karena cowoknya hanya mau menang sendiri dan cepat sekali orgasmenya sedang Dewi belum pernah merasakan yang namanya orgasme. Namun satu hal yang aku kagumi, walau Dewi sering bersetubuh, namun liang vaginanya tetap terasa peret, cenderung sempi tan dan baunya harum. Pertanda ia sangat pandai merawat organ kewanitaanya.
Perlahan namun pasti, Dewi mulai menggerakkan tubuhnya naik turun, kakinya menopang pada sofa. Dengan lembut penisku terlihat keluar masuk pada lobang vaginanya. Cairan vaginanya terlihat mulai membanjiri liang kewanitaannya menjadikan proses keluar masuknya penisku menjadi semakin mudah dan licin, penisku semakin terlihat mengkilat. Dewi mulai mempercepat memompa tubuhnya naik turun dengan diselingi gerakan melingkar pada panggulnya dan menimbukan sensasi nikmat pada diri kami berdua.
Tangan Dewi memeluk tengkukku. Wajahnya memandangku dengan tatapan yang syahdu, sesekali matanya terpejam merasakan sensasi kenikmatan pada liang kewanitaannya. Nafasnya mulai memburu dan peluh terlihat mula membasahi pori-pori kulit wajah dan dadanya. Tanganku terus memeluk pinggangnya sambil membantu menahan tubuhnya. Payudaranya terlihat keras dan bergerak naik turun seirama pergerakan tubuhnya.
Aku lalu mendekap tubuh Dewi, payudaranya menekan dadaku. Kepalanya disandarkan di pundakku. Panggulnya terus bergerak naik turun. Aku mencium daun telinganya dan menggigitnya secara perlahan. Dewi mendesah makin keras dan panggulnya mulai bergerak tak beraturan. Sepertinya aku menyentuh zona erotis di telinganya dan tak lama dengan dengan pekikan yang cukup keras, panggul Dewi menghentak tubuhku Terasa sekali pada batang penisku, rongga vagina Dewi berdenyut ber irama dan mulai terasa hangat oleh aliran cairan kewanitaannya. Tubuh Dewi seperti tak bertenaga bersandar padaku. Payudaranya menjepit dadaku, tubuhnya basah oleh peluh.
Dengan lembut aku mengusap-usap punggungnya dan kukecup keningnya. Dewi memandangku dan tersenyum manis sekali, kamipun berciuman dengan mesra. Tubuh kami tetap meyatu di atas sofa. Batang penisku pun masih tertanam sepenuhnya di liang vaginanya.
“Terima kasih Mas, belum pernah aku merasakan senikmat ini ini dengan cowokku”
Aku hanya tersenyum penuh arti.
Setelah mengatur nafas kami masing-masing, aku pun mengajaknya berpindah ke ranjang. Dewi mengangkat tubuhya dan penisku tercabut dari liang vaginanya. Dewi lalu berjalan mendekati ranjang dan akupun mengikuti di belakangnya. Bokong Dewi terlihat membulat dan padat ketika berjalan telanjang di hadapanku.
Melihat pemandangan demikian, akupun menghentikan langkahnya, kuraih pinggangnya dari belakang dan kuminta ia menungging. Dengan posisi berdiri, Dewi menungging dihadapanku. Tangannya bertumpu pada tepian ranjang, akupun mulai mengarahkan batang kejantananku memasuki liang kewanitaannya. Dengan sekali hentak, batang itu pun melesak kedalam liang vaginanya, Dewi pun terpekik tertahan. Dengan posisi doggy style aku terus memaju mundurkan pinggulku sementara tanganku tetap mencengkeram kedua pinggangnya. Posisi itu menimbulkan bunyi kecipak beradunya kulit paha kami masing-masing. Aku terus menaikkan tempo hujaman penisku pada liang vaginanya. Dengan setengah menunduk ku mencoba meraih kedua bukit kembarnya dan meremas serta memilin puting susunya. Dewi menggelinjang dengan hebatnya dan mulutnya terus meracau mengeluarkan suara desahan dan rintihan yang semakin riuh. Cukup lama kami melakukan gaya itu dan belum tampak tanda-tanda orgasme dari kami berdua. Akhirnya kucabut batang penisku yang kini terlihat basah dan mengkilat oleh cairan kewanitaan Dewi. Kumintanya untuk naik ke atas ranjang.Dewi lalu merebahkan diri pada ranjang double bed yang tersedia di caravan tersebut. Ia menelentangkan tubuhnya pasrah dan kakinya pun direnggangkan siap menerima tubuhku kembali. Bibir vaginanya kini terlihat merekah dan basah. Liangnya terlihat kemerahan, perlahan aku pun menaiki tubuhnya dari atas, kugenggam batang penisku dan kutuntun menuju lubang kenikmatan Dewi, setelah tepat diatas bibir vaginanya aku pun menggesek-gesekkan kepala penisku pada labia majoranya. Dewi terlihat cukup geli dan tertawa.
“Iihh..apaan sih di gituin, usil deh, protesnya.”
“Cepetan dimasukin mas, aku gak tahan nih.”
“Bener nih gak tahan?” tanyaku sambil terus menggodanya menggesek-gesekkan kepala penisku tepat di bibir vaginanya.
“Iya .gak tahan.”
Dengan sekali hentakan, akhirnya kuhujam penisku kembali menembus liang kewanitaannya. Dewi terpekik kaget, kepalanya mendongak keatas dan tangannya mengenggam sprei sampai terserabut di ujung-ujungnya.
Aku pun tertawa melihat reaksinya, setelah menyadari kelakuanku Dewi mencubit pahaku keras sekali
“Aduhhh . Sakit tau.” Aku berteriak.
“Biarin .usil sich.”
“Tapi enak kan ..hehe.”
Dewi tidak menjawab hanya cengengesan .
Aku pun mulai menggenjot pinggulku, penisku kembali menyeruak keluar masuk liang vaginanya. Kupegang kedua tungkai kakinya dan kurenggangkan lebar-lebar. Aku terus memompa tubuhnya dengan tempo yang semakin lama semakin cepat. Dewi semakin menggelinjang, kini kepalanya mulai menengok ke kanan dan kekiri dan dari mulutnya terus keluar desahan dan pekikan.
“Aaahhh .aaahhhh ..tteeerrruusss maaasss”
“Ouuuchhh ..isssshhhtt ..”
“Enak hun?” tanyaku
“Eeennnakk baanggett .maaasss..”
Aku semakin mempercepat tempo sodokan penisku ke dalam vaginanya, tanganku kini bertumpu di sisi dadanya. Wajahnya terlihat manis, matanya terpejam dan mulutnya menganga mengeluarkan rintihan kenikmatan. Payudaranya terlihat berguncang mengikuti irama sodokanku. Tangannya menggenggam sprei dengan eratnya. Pinggulnya tanpa sadar bergerak memutar, semakin menambah nikmat sensasi persetubuhan ini. Mendapat sensasi seperti itu, akupun makin mempercepat tempo sodokanku, pertahananku tampaknya akan segera runtuh, dan kurasakahan dibawah, tubuh Dewipun makin menggelinjang semakin hebat, kepalanya bergerak tak beraturan dan dari mulutnya keluar suara meracau dan rintihan yang semakin riuh. Sepertinya iapun akan segera mecapai klimaksnya kembali.
“Terus mas .aku hampiiir keluaaar ”
Aku semakin semangat memompa pinggulku dan tak lama,
“Aaaccchhhh ..hun, aku keluar.” Aku pun menncapai ejakulasi.
“Aachhh ..Aaakkkuuu jjuuugga masss ”
Aku membenamkan seluruh batang penisku dalam vaginanya, jebol juga pertahananku . Cairan spermaku menyempot dengan deras ke dalam rahimya. Kurasakan pula liang vagina itu kembali berdenyut dan seperti memijat batang penisku dengan lembut. Cairan kelamin kami bersatu di liang vaginanya.
Tubuhku ambruk menimpa tubuh Dewi, dadaku menindih payudaranya. Dewi segera memeluk tubuhku dengan lembutnya dan tangannya mengusap-usap rambutku. Nafas kami sama-sama tersengal-sengal, stamina kami terkuras setelah mendaki puncak kenikmatan secara bersama sama di tengah hawa dingin kawasan Cisarua.
Setelah aliran nafas kami mulai teratur, akupun menindahkan tubuhku ke sisinya. Penisku yang suduh lemas pun tercabut dari dalam liang vaginanya, sekilas kulihat dari belahan vagina meleleh cairan berwarna putih susu sisa-sisa pertempuran kami. Dewi memalingkan wajahnya menatapku lembut. Segera kurengkuh kepala dan tubuhnya ke atas dadaku. Kudekap erat sambil tanganku mengusap punggungnya yang masih basah oleh peluh dan dengan lembut ku kecup kening Dewi sepupuku.
.
kau adalah kesalahan yg terindah
hingga buatku marah
tapi juga menikmati
kau adalah dosa termanis
yang menggodaku saat kubutuh
rasakan sedikit cinta
.
Tamat.